Opini Oleh : Taufik Ramli
Gubernur Konten, istilah ini mendadak menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah pernyataan yang disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI. Saat giliran Rudy Mas’ud menyampaikan pendapatnya, ia memulai dengan menyapa seluruh gubernur yang hadir, termasuk Dedi Muliadi yang ia sebut sebagai “Gubernur Konten” dengan nada bercanda, sembari tersenyum.
Pada kesempatan yang sama, Deddy Muliadi pun menutup pemaparannya dengan memberikan tanggapan terhadap julukan Gubernur Konten yang dialamatkan kepadanya. Beliau menjelaskan bahwa tujuan dari konten ternyata bisa mengurangi biaya belanja rutin iklan Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya mencapai 30 miliar, berhasil ditekan hingga 3 miliar lewat konten-konten yang diunggah di kanal media sosial pribadinya.
Tanggapan tersebut lantas menjadi bumerang yang justru kembali menyerang Rudy Mas’ud yang dianggap sedang menyindir. Namun hal tersebut ditepis langsung oleh Dedy Muliadi lewat postingan klarifikasinya yang menganggap pernyataan sahabatnya Rudy Mas’ud tersebut bukanlah sindiran atau stigma negatif terhadap dirinya, melainkan apresiasi dan pujian dari Gubernur asal kota Samarinda tersebut.
Kenapa kejadian ini banyak mendapat perhatian publik? Penulis pun mencoba mengurainya dengan beberapa aspek.
Pertama adalah unsur para pejabat publik itu sendiri sebagai pemeran utamanya, setiap pemangku jabatan publik akan menjadi magnet pemberitaan, mereka adalah selebriti di dunia politik yang akan selalu diburu oleh awak media.
Kedua sebutan konten identik dengan pelaku media sosial, hal ini memperjelas segmentasi penonton yang menyasar penghuni jagat dunia maya, dan Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial tertinggi di dunia. Makanya tak heran begitu berita ini naik langsung menyedot bayak perhatian netizen +62 baik yang pro maupun yang kontra.
Ketiga dari aspek budaya, konteks konten selalu dikaitkan dengan media sosial yang bermuatan atau menyajikan hiburan belaka dan sering menjadi ajang validasi untuk memburu like, share dan subscriber sebanyak mungkin. Maka jangan heran akun akun yang berseliweran di beranda media sosial kita hari ini, adalah akun dari konten kreator yang berisi aktivitas joget joget, bernyanyi, komedi, atau parodi.
Semua konten bertema hiburan tersebut identik dengan settingan dan rekayasa, agar kontennya lebih menarik banyak penonton, mengejar algoritma, yang meski konten yang disajikan terlihat konyol tapi tetap banyak netizen yang suka dan mengikutinya. Kalau pun ada konten yang bersifat edukatif itu pun masih dikemas dalam bentuk podcast atau pun wawancara.
Gubernur dan Konten adalah dua diksi yang kontradiktif, tapi tak berarti dia tak bisa saling bersinergi agar menghasilkan sesuatu yang lebih produktif dan kontributif dalam memperkaya khasanah wawasan informasi kita.
Semoga ini menjadi momentum untuk menormalisasi setiap pejabat publik yang membuat konten, dan mari kita melihat ini semua bagian dari tanggung jawab moral mereka, serta menjadi indikator untuk mengukur kualitas dan kapabilitas kemampuan seorang pejabat publik dalam mengedukasi, berkomunikasi, memberi publikasi tentang kegiatan kerja mereka selama menjabat dan mengemban amanah.
Ini tentu menjadi hal positif jika kita melihat konten para pejabat tersebut sebagai rekam jejak ( track record ) digital mereka. Publik berharap setelah ini tak hanya Gubernur konten yang muncul, tapi akan ada juga, Bupati konten, Kades konten, Legislator konten, Kadis konten, Menteri konten, atau bahkan presiden konten, sebagai penghuni dunia maya, mari kita menyambut ini sebagai era baru bagi pejabat publik menjadikan konten sebagai media transparansi dalam bekerja.
Soal benar atau ingin tenar, realita atau rekayasa, di setting biar trending, posting yang penting, atau yang penting posting, publikasi atau cari validasi? Sebenarnya Islam sudah mendudukan perkara seperti ini lewat hadist yang di Riwayatkan oleh Bukhari-Muslim “innamal a’malu binniyat” artinya “sesungguhnya segala perbuatan (konten) itu tergantung pada niatnya”…