Oleh : CB
Dulu Bukber (Buka Bersama) adalah soal temu kangen, ngobrol seru, dan menikmati makanan setelah seharian berpuasa. Sekarang hal tersebut beralih seolah-olah menjadi festival konten. Bayangkan saja, berbuka puasa yang dahulunya adalah ritual sakral penanda berakhirnya puasa, sekarang menjadi kurang afdhal jika tidak disertai dengan ritual wajib lainnya, yaitu rekaman dramatis untuk postingan media sosial.
Apa Itu Tren Velocity di TikTok?
Velocity adalah efek edit video yang membuat gerakan jadi lebih dramatis—bisa dipercepat atau diperlambat, lengkap dengan musik yang mendukung suasana. Hasilnya, video jadi terlihat dramatis apalagi jika ditambah dengan gerakan tertentu yang juga dilakukan influncer yang sedang tren, akhirnya berpotensi terafiliasi dengan algoritma besar, dan memberikan viralitas terhadap konten tersebut. Tapi, pertanyaannya adalah mana yang lebih penting, buka puasa atau membuat konten?
Restoran Menjadi Studio Produksi
Saat satu orang sibuk syuting, yang lain terpaksa menahan lapar, menatap makanan yang sudah mulai dingin. Bukannya ngobrol, malah sibuk memilih filter terbaik. Sementara itu, perut tetap kosong karena lebih banyak waktu dihabiskan untuk editing ketimbang makan.
Tapi sejak kapan makan butuh pascaproduksi lebih lama dari durasi makannya, atau sejak kapan kita lebih peduli bagaimana sesuatu terlihat daripada bagaimana sesuatu dirasakan.
Dampak Psikologis: Tren atau Kecanduan?
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan bisa menurunkan harga diri dan meningkatkan stres. Ada dorongan konstan untuk tampil sempurna dan mendapatkan validasi dari jumlah like serta views. Bukannya menikmati momen, kita malah sibuk memastikan apakah Velocity kita sudah cukup estetik atau belum. Akhirnya momen buber berubah makna menjadi persiapan validasi viewer bukan lagi pertemuan sakral yang bernilai ibadah.
Dampak dari hal ini, kita seakan haus terhadap validasi penggemar tanpa memperhatikan hal-hal yang substansial misalnya konteks privat atau publik dari suatu momen, atau hal-hal tertentu yang tidak ingin dipublikasi oleh teman makan kita. Hal ini memang menjadi bias konteks akibat keinginan kita untuk mendapatkan validasi dari viewers. Pertanyaannya kemudian apakah momen privat yang dinikmati oleh publik merupakan momen privat yang bermakna secara hubungan interpersonal, atau maknanya hanya sekedar jumlah view, like, dan comment. Ini menjadi penting soal bias makna dalam eksistensi kita, apakah kita benar-benar makhluk di dalam realitas, atau kita benar-benar sekedar makhluk virtual.
Momen yang Mana yang Akan Kita Kenang?
Beberapa tahun dari sekarang, saat membuka galeri dan melihat video Velocity bukber, apakah kita akan tersenyum karena ingat betapa serunya kebersamaan itu? Atau justru sadar bahwa kita hanya sibuk menciptakan kenangan untuk kamera, bukan untuk diri sendiri?
Karena pada akhirnya, makanan yang terbaik adalah yang dinikmati, bukan yang diedit.***(BY CB Opinian)